Sekitar 26 tahun yang lalu, ada
bencana besar yang terjadi di China dan berlangsung selama 10 tahun.
Selama jangka waktu tersebut, banyak orang percaya di China dianiaya dan
dibunuh. Orangtuaku termasuk diantaranya.
Oleh karena latar belakang
kepercayaan orangtua, aku dianggap "black child" dari keluarga
revolusioner. Tidak ada seorang pun yang berani memeliharaku. Aku tidak
punya tempat tinggal dan mulai menjalani hidup mandiri pada saat berusia
9 tahun. Sejak itu, untuk mendapatkan uang, aku menolong orang untuk
mendorong kereta-kereta mereka. Malam harinya, aku tidur di jalanan.
Saat itu sedang musim hujan dan salju, tidak seorang pun bekerja di luar
dan aku tidak punya mata pencaharian. Lapar dan dingin menjadi bagian
dari hidupku sehari-hari.
Satu setengah tahun kemudian,
aku bertemu dengan seseorang yang berusia lebih dari 50 tahun. Aku
memanggil dia paman Shen. Dia seorang Kristen yang taat. Ketika tahu
bahwa aku tuna wisma, dia memutuskan untuk merawat aku. Sebenarnya,
paman Shen telah melarikan diri dari penjara dan dia tidak memiliki
keluarga. Dia bertanya apakah aku mau tinggal dengannya. Aku setuju
karena aku tahu dia seorang yang baik.
Paman Shen memutuskan untuk
pergi ke bagian barat laut China karena dia berpikir keadaan di sana
jauh lebih aman. Kebanyakan tempat di bagian tersebut sangatlah miskin.
Sebagian besar penduduk di wilayah pedesaan tidak berpendidikan. Mereka
tidak dapat membaca ataupun memperbaiki mesin-mesin yang mereka miliki,
Paman Shen adalah seorang ahli mekanik, jadi dia pergi ke banyak wilayah
untuk memperbaiki mesin-mesin para petani. Dia mendapatkan makanan dan
penginapan sebagai gantinya. Karena tidak ada banyak mesin di satu
wilayah, maka kami sering berpindah-pindah tempat agar dapat terus
bekerja. Jika tidak demikian, kami tidak dapat bertahan hidup.
Suatu hari, di penghujung bulan
Desember 1970, kita sama sekali tidak punya pekerjaan. Paman Shen
memutuskan untuk mencari kerja di tempat lain. Kami berada di wilayah
yang termiskin di China dan bermalam di gubuk yang biasa disebut "Grand
Horsecart Inn." Suara- suara binatang membuat aku terjaga dan secara
tidak sadar terlintas di pikiran tentang orangtuaku. Peristiwa saat
mereka ditangkap terbayang lagi; ayahku diikat dan dipukuli berkali-kali
sampai dia tidak dapat berdiri lagi ... sedangkan ibu dipaksa untuk
berlutut, rambutnya dicukur habis dan wajahnya dilumuri dengan tinta
hitam.
Saat memikirkan mereka, aku
bertanya pada diri sendiri, "Dimanakah mereka saat ini? Apakah mereka
sudah meninggal? Apakah aku dapat melihat mereka lagi?" Aku tidak dapat
menahan kepedihan dan airmata yang membanjiri wajahku.
Aku tidak sadar kalau paman Shen
juga terjaga, dan dia mendengar isakan tangisku. Dengan lembut dia
meraih tanganku dan mencoba menghiburku. Kami duduk di tumpukan jerami
kering tanpa bicara sepatah katapun. Beberapa saat kemudian, ketika
melihat airmata yang mulai mengering, dengan suara lembut paman Shen
bertanya, "Apakah kamu masih mengantuk?"
Aku dengan tegas menjawab,
"Tidak, aku tidak mengantuk sama sekali." "Tahukah kamu, hari apakah
ini?" tanya paman Shen. "Tidak secara pasti. Setahu aku, ini adalah
minggu terakhir di tahun ini."
Paman Shen lalu berkata, "Hari
ini adalah tanggal 25 Desember, hari Natal. Hari ini kita merayakan
kelahiran Yesus. Tetapi, tahukah kamu bagaimana penderitaan yang dialami
Yesus sebelum Dia disalibkan?"
Paman Shen berbicara seakan-akan
tahu bahwa aku sedang memikirkan tentang bagaimana penderitaan yang
dialami orangtuaku sebelum mereka ditangkap dan dibawa pergi entah ke
mana. Paman Shen mengutip ayat- ayat dalam Injil Matius 27:28-30,
'Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu kepada-Nya.
Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya,
lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya. Kemudian mereka
berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, katanya: "Salam, hai
Raja orang Yahudi!" Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan
memukulkannya ke kepala-Nya.'
Saat paman Shen mengucapkan
ayat-ayat tersebut, hatiku tersentak. Melalui penderitaan yang dialami
orangtuaku, aku mencoba membayangkan bagaimana penderitaan yang dialami
Yesus, Allahku, sebelum Dia disalib dan bagaimana kematian-Nya. Paman
Shen melanjutkan kutipan ayatnya, " ...tetapi seorang dari antara
prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir
keluar darah dan air." (Yohanes 19:34)
Saat itu juga, seolah-olah hati
aku merasakan kepedihan itu dan aku berkata dalam hati, "Yesus, ALLAH
yang disembah orangtuaku dan paman Shen, adalah Allahku juga."
Hari masih subuh saat itu,
keadaan masih sepi dan dingin. Terhanyut oleh suasana saat itu, aku
tidak tahu secara pasti kapan paman Shen mulai menyanyikan sebuah lagu,
"Malam Kudus, sunyi senyap. Bintang- Mu gemerlap. Juruselamat manusia,
telah datang ke dunia ..."
Sejak saat itu, 20 tahun telah
berlalu. Namun, aku masih merasa seperti hari kemarin. Aku masih dapat
merasakan kehadiran paman Shen di sampingku dan mendengar nyanyiannya.
Aku masih ingat dan mendengar paman Shen menceritakan tentang kelahiran
Yesus:
Yusuf dan Maria pergi ke
Betlehem dari Nazareth untuk mendaftarkan diri. Mereka melakukan
perjalanan sejauh 100 mil, yang sangat sulit bagi mereka karena Maria
sedang mengandung. Malam itu, Yesus lahir di sebuah kandang, sama
seperti "Grand Horsecart Inn" tempat dimana aku dan paman Shen bermalam
saat itu. Di kandang yang dingin itu, palungan adalah satu-satunya
tempat bagi bayi Yesus. Pada malam yang dingin itulah Tuhan Yesus datang
ke dunia ini dan memulai kehidupan- Nya sebagai Anak Allah. Pada malam
itu, di sebuah tempat yang bersahaja, Tuhan Yesus telah lahir. Tempat
yang tidak terlalu jauh dari Golgota, dimana 33 tahun kemudian Dia
dipakukan di atas kayu salib.
Di malam yang dingin, beribu
tahun yang lalu, tidak ada Santa Claus, tidak ada lampu-lampu gemerlap,
tidak ada pohon Natal, tidak ada pertemuan keluarga ... malam yang
dingin ... malam yang kudus!
[[Catatan: Selama hidupnya Penulis telah dipenjarakan dua kali di China karena imannya kepada Yesus.]]
Sumber:
Kesaksian ini diterjemahkan dan diedit dari salah satu posting kesaksian dalam milis "e-Forum WPC."
Judul Asli: "A True Story of Christmas in China"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar