Halaman

Selasa, 23 April 2013

Hidup Dicengkeram Virus Ganas Mematikan

Berawal dari rasa kesemutan biasa pada jari tangannya, Diana tidak menyadari bahwa itu adalah awal dari kehancuran hidupnya.
 
Suatu pagi ketika Diana hendak bangun tidur, Diana merasakan sesak di dadanya. Ia tidak dapat menggerakkan tubuhnya dan ia sama sekali tidak dapat berjalan. Dengan rasa cemas, orang tua Diana membawanya ke rumah sakit. Setelah  mendapat perawatan  oleh dokter dari rumah sakit tersebut, Diana diperbolehkan kembali ke rumah.

Diana kembali ke rumah dengan kondisi yang sudah jauh berbeda. Diana tidak lagi seperti dulu yang selalu ceria. Beberapa hari di rumah, kembali  Diana mengalami gejala  yang sama dan untuk kedua kalinya ia dilarikan kembali  ke rumah sakit. Namun kali ini tubuh Diana sudah lumpuh total.

Hanya dalam waktu satu bulan, hidup Diana seperti berada di ujung tanduk. Dokter menemukan virus ganas yang  mematikan  bersarang di tubuhnya. Menurut Dr. Freddy Sitorus, dokter yang menangani Diana, kalau hal ini tidak cepat diatasi maka virus itu bisa menyerang syaraf pernafasan dan bila hal itu sampai terjadi maka akan berakibat fatal bagi nyawa Diana. 

"Syaraf utama dalam tubuh saya  sudah terkena virus dan semuanya sudah mati rasa...," ujar Diana sambil menangis saat membagikan kisah hidupnya kepada tim Solusi.
Seperti  disayat, kenyataan pahit itu juga  dirasakan oleh kedua orang tua Diana. 

"Dunia seperti runtuh rasanya. Saya hanya berdoa kepada Tuhan agar anak saya disembuhkan," ujar Merry Sitorus, ibunda Diana.

Namun bayang-bayang kematian semakin dekat mengejar Diana. Hidupnya hanya bergantung pada suntikan demi suntikan.

"Saya tidak siap untuk meninggal saat itu. Saya tidak bisa bernafas, dan saya baru menyadari bahwa ternyata nafas itu mahal," ujar Diana sambil menahan sakit.

Diana juga sempat marah dan kecewa dengan Tuhan. Diana merasa bahwa segala usaha dan harapannya yang telah ia gantungkan sepenuhnya kepada Tuhan sepertinya sia-sia. Di saat Diana mengalami kekecewaan yang berkepanjangang, Dr. Freddy Sitorus menyarankan Diana untuk mengikuti sebuah  kebaktian kebangunan rohani di Ancol yang dibawakan oleh Rev. Benny Hinn. Menurutnya kalau manusia tidak dapat menyembuhkan, maka Tuhan pasti bisa meyembuhkan.

Iman Diana yakin bahwa hidupnya masih ada harapan. Namun di tengah lautan manusia dan matahari yang membakar Ancol, tiba-tiba saja Diana kehabisan  oksigen. Ketika tim doa dari Benny Hinn  mendatangi Diana dan berdoa baginya, tanpa disadari lawatan Tuhan terjadi pada hidup Diana. 

"Hati saya seperti plong dan ada hawa hangat di pinggang saya," ujar Diana.
Ketika mereka menyuruh Diana berdiri, maka dengan  perlahan Diana mulai bangkit dan dapat berdiri. Diana naik ke atas panggung dan disambut oleh Benny Hinn. Kemudian dengan rasa sukacita yang luar biasa, Diana mulai bisa menggerakkan seluruh tubuhnya tanpa ada rasa sakit.

"Saya tidak pernah menangis. Tetapi saat itu, tangis saya tumpah dan saya kagum atas keajaiban dan kedahsyatan Tuhan terhadap anak saya. Sungguh hebat Kau Tuhan," ujar M.Panjaitan, Ayah Diana, menutup kesaksian ini.

Nafas itu memang mahal, dan yang membuat nafas itu adalah sebuah Pribadi yang sungguh luar biasa. Jadi, hargailah Tuhan. 

(Kisah ini ditayangkan 3 Desember 2009 dalam acara Solusi Life di O'channel)

Nara Sumber :
Diana Panjaitan

Sumber : V081013220131

Nyaris Kehilanganmu


Nyaris Kehilanganmu
Elia adalah anak tunggal dari pasangan Maxi Sigar dan Chenni Sigar. Tidak ada yang menyangka sebuah kecelakaan kecil membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan Elia. Hari itu, Kamis tanggal 5 April 2007 jam 11 siang, Elia yang sedang bercanda dengan temannya terjatuh di kamar. Awalnya Elia hanya bermaksud untuk pura-pura terjatuh tapi kemudian kakinya terpeleset. Kepalanya langsung membentur lantai. Benturan itu tidak dihiraukan oleh Elia karena sakit yang ia rasakan tidaklah parah. Elia tidak menyadari bahwa sebenarnya malapetaka sedang menanti. Kejadian itu pun tidak dilaporkannya kepada orang tuanya. Setelah kejadian itu, Elia masih sempat bermain basket dengan temannya.

Keseimbangan Tubuh Elia Mulai Terganggu
Keesokan harinya, Elia kembali bermain basket. "Saya tidak tahu bahwa sebenarnya Elia sedang tidak enak badan. Tapi memang lemparan bola dia out terus. Sewaktu Elia sedang berjalan mengambil bola, dia terjatuh. Tapi Elia tetap melanjutkan permainan. Kemudian saya melihat badan Elia muter dan ia langsung jatuh. Saya pikir tadinya bercanda, tapi ternyata tidak..." cerita William, teman bermain Elia.
Elia pun pingsan. William langsung berteriak minta tolong. Kemudian Elia dibawa ke rumah temannya. Tidak berapa lama kemudian Elia mulai sadar kembali. Selama Elia tidak sadar, bicaranya sudah mulai ngaco. Elia juga sempat muntah di kamar mandi, tapi tanpa disadarinya ia muntah di bak mandi bukannya di lantai.  Jalannya pun sudah miring. Teman-teman Elia kemudian mengantarkannya pulang ke rumah seperti tidak terjadi apa-apa.
Pada hari Minggu, Elia tidur cukup lama dari jam 12 siang sampai jam 7 malam. Awalnya orang tua Elia mengira itu karena pengaruh obat tidur karena sebelumnya Elia memang minum obat. Pada saat itu Maxi sedang asyik membaca koran di kamar sedangkan Chenni sudah tertidur. Tiba-tiba terdengar suara hentakan yang keras, "bukkkk". Maxi langsung berteriak dan membangunkan Chenni. Mereka berdua langsung melihat keluar.
"Saya lihat Elia sudah jatuh terduduk di lantai, kepalanya di kursi. Keluar darah sedikit dari mulutnya bercampur busa. Saya melihatnya kejang seperti orang yang kedinginan, badannya gemetar. Saya bilang kenapa begini...." ujar Maxi.
Kepanikan langsung tergambar di wajah Maxi dan Chenni. Mereka langsung membopong Elia ke kamar. Mulut Elia kaku, ia tidak dapat berbicara. Matanya melihat ke atas, tangannya terus bergoyang. Kedua orang tua Elia tidak tahu penyakit apa yang telah menimpa Elia. Mereka sangat mengkhawatirkan kondisi Elia.
Maxi langsung mendoakan Elia, meminta pertolongan dari Tuhan. Elia sadar sepuluh menit tapi kemudian setengah jam berikutnya dia tidak sadarkan diri. Frekuensinya terus seperti itu sampai pagi. Dengan setia Maxi dan Chenni menemani Elia. Melihat kondisinya yang tidak membaik dan semakin kritis, pukul empat sore Elia dilarikan ke rumah sakit. 

Penanganan Di Rumah Sakit
"Sampai di rumah sakit, Elia terus berteriak. Saya berseru di dalam hati, Tuhan tolong, dalam nama Tuhan Yesus, tidak ada yang mustahil," Chenni berkisah.
Awalnya dokter mendiagnosanya sebagai epilepsi tapi Maxi berkeras karena tidak ada keturunan epilepsi di keluarga mereka. Puji Tuhan, sebelum diberikan obat epilepsi, dokter akhirnya menyarankan supaya Elia di CT-Scan terlebih dahulu. Dari hasil pemeriksaan itulah diketahui telah terjadi pendarahan di kepala Elia, dari mata sampai belakang telinga.
Dokter mencoba mencari tahu penyebab pendarahan di otak Elia. Maxi dan Chenni yang tidak mengetahui peristiwa yang dialami Elia beberapa hari sebelumnya tidak dapat memberikan informasi apapun, apakah Elia pernah jatuh, ditabrak, berkelahi dengan temannya dan lain-lain.
Dokter pun menjelaskan bahwa kondisi yang dialami oleh Elia cukup parah. Elia harus segera dioperasi, kalau terlalu lama otaknya bisa tertekan dan Elia akan lumpuh total. Kalau sudah demikian halnya, Elia dipastikan akan cacat seumur hidupnya.
"Melihat keadaan pasien, dengan hasil CT-scan yang seperti ini, dimana pendarahan cukup besar dan pembengkakannya pun cukup besar, kalau didiamkan saja, luka itu akan semakin meluas. Akibatnya bisa fatal. Pasien bisa jatuh koma dan akhirnya meninggal," komentar Dr. Pudji Sugianto, Sp. S, dokter yang menangani Elia.

Antara Makan Buah Simalakama
Elia sendiri dari kecil memiliki kelainan darah. Dia memiliki pembeku darah yang lambat sehingga Elia harus segera diberi obat plasma darah. Karena kalau tidak segera diantisipasi, Elia akan terus mengeluarkan darah sedangkan Elia sendiri membutuhkan darah. Dokter mengharuskan Elia memakai obat plasma darah yang harganya 12 juta untuk sekali pakai, dan obat itu harus diberikan sebanyak lima kali.
Uang untuk CT-Scan juga mahal, sedangkan kalau dioperasi pasti tidak bisa berharap Elia bisa normal lagi. Kalaupun sembuh dan pada akhirnya pasien mendekati idiot itu sebenarnya kondisi yang diperkirakan cukup bagus untuk kasus semacam Elia. Saat itu dokter spesialis bedah, semua dokter anestesi, hematologi dan semua orang yang berkepentingan dalam penanganan kasus Elia berkumpul dan menyarankan untuk segera dilakukan tindakan operasi. Maxi dan Chenni bingung memikirkan biaya yang harus mereka keluarkan untuk pengobatan Elia.
"Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Elia hanya dengan operasi. Biaya yang diperlukan untuk operasi itu cukup besar. Sedangkan para dokter sendiri sudah mengatakan kalau malam ini tidak dioperasi, besok mereka sudah angkat tangan. Dari hasil CT-can, Elia sudah kritis, pendarahannya sudah sampai di otak, dan itu pun kata dokter, operasi pertama di sini, operasi kedua harus ke Singapur," Chenny bersaksi menceritakan kondisi yang mereka alami saat itu.
Para dokter meminta Maxi dan Chenni untuk segera mengambil keputusan karena hasil CT-Scan menunjukkan darah sudah menekan ke otak.
"Dokter hanya memberikan waktu dua jam untuk saya mengambil keputusan, dari jam tujuh sampai jam sembilan malam. Kalau tidak operasi, menurut diagnosa dokter, besok bisa lumpuh total atau bahkan koma total. Saya bersama istri berembuk untuk menghubungi semua hamba Tuhan yang kita kenal untuk membantu mendoakan Elia. Karena saya tahu semakin banyak yang berdoa semakin bagus," ujar Maxi menambahkan kesaksiannya.

Taat Dan Melangkah Dengan Iman
Seorang hamba Tuhan yang datang dari Menado mengatakan Elia tidak usah dioperasi. Mertua Maxi-pun mengkonfirmasikan hal yang sama supaya Elia jangan dioperasi. Karena banyak dukungan dan tidak tahu lagi harus berbuat apa, Maxi dan Chenni hanya bersandar dengan iman kepada Tuhan saja.
Konfirmasi dan dukungan yang mereka terima meyakinkan Maxi dan Chenni untuk membatalkan operasi yang disarankan para dokter. Keputusan ini pun membuat mereka harus menanda-tangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa rumah sakit tidak bertanggung-jawab akan kondisi Elia lagi.

Mukjizat Terjadi
Tiga hari kemudian Chenni merayakan ulang tahunnya di rumah sakit karena ia harus menemani Elia. "Saya mengatakan kepada Elia, hari ini mama ulang tahun. Kalau Elia dengar, coba Elia pegang kencang-kencang tangan mama," ujar Chenni.
Sekonyong-konyong tangan Elia mulai menggenggam tangan Chenni. Baik Chenni maupun Maxi begitu bersukacita karena hal itu menandakan Elia sudah mulai sadar. Kemudian dari sudut mata Elia yang masih setengah tertutup, keluar air mata.
Elia berada di ICU selama 14 hari dan semakin hari perkembangannya semakin baik dan penuh kemajuan. Selama di ruang perawatan, Elia sempat bertanya kapan dia bisa berjalan lagi, tapi dokter mengatakan kalau hal itu hanya dapat Elia mimpikan. Suatu hal yang mustahil untuk Elia dapat berjalan kembali. Tapi Maxi dan Chenni terus berdoa dan pada akhirnya Maxi bermimpi kalau Elia dapat berjalan lagi dan mimpi itu digenapi oleh Tuhan. Dalam beberapa hari Elia bisa berjalan kembali dan memang Tuhan sungguh-sungguh menyatakan mujizat-Nya.
"Suatu bukti kalau Allah itu luar biasa. Kalau kita percaya sungguh-sungguh sama Tuhan, Tuhan tidak pernah mengecewakan kita. Kalau kita ada masalah, jangan lari kepada manusia. Kita pakai lutut, kita berdoa. Kalau Tuhan jawab, pasti itu akan terjadi. Tuhan sanggup...," ujar Maxi dengan sukacita menyaksikan kebesaran Tuhan dalam hidup Elia.
Tidak hanya sampai di situ. Biaya cukup besar yang harus ditanggung Maxi dan Chenni secara ajaib Tuhan bukakan jalan. Mereka mendapatkan keringanan dari rumah sakit dan dapat menyelesaikan pembayarannya dengan cara mencicil. Tuhan selalu punya jalan keluar dan pertolongannya tidak pernah terlambat.

Kesembuhan Sempurna Dari Tuhan
Elia berada di ruang perawatan selama 17 hari dan tidak seperti pasien yang lain, Elia mengalami perkembangan kesehatan yang luar biasa. Benar-benar tidak ada keluhan sedikitpun.
Dari hasil pemeriksaan CT-Scan berikutnya, dokter menemukan perkembangan yang luar biasa dari otak Elia. Memang masih terlihat ada garis yang bengkok, tapi dokter sendiri heran karena kondisi Elia sepertinya fit dan tidak ada rasa sakit sedikitpun. Elia seperti orang yang benar-benar sehat.
"Setelah aku berpikir dari apa yang aku alami, aku yakin kalau Tuhan itu memang benar ada. Karena aku bisa sembuh itu bukan karena dokter. Aku percaya hanya Tuhan yang bisa membuat pendarahan di otakku hilang, apalagi tanpa perlu operasi pembersihan di otakku. Jadi aku percaya kalau Tuhan itu ada. Karena hanya DIA yang bisa menyembuhkanku. Tuhan Yesus itu memang dahsyat," Elia menutup kesaksian hidupnya dengan penuh ucapan syukur. 

(Kisah ini ditayangkan 2 Desember 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :
Elia Sigar

Sumber : jawaban.com

Ergi, Buah Hati Yang Nyaris Pergi

Ergi adalah seorang anak yang sangat lincah dan super aktif baik di rumah maupun di sekolah. Tedy Christian, ayahnya, begitu menyayangi Ergi, anak semata wayangnya. Kehadiran Ergi di dalam keluarga Tedy sangat dinantikan karena Tedy dan Melyana harus menunggu selama tiga tahun sampai akhirnya Tedy hadir dalam kehidupan mereka. Namun pada suatu siang mereka hanya bisa pasrah mendapati anaknya terkapar karena tertabrak truk. 

5 Desember 2006
Pada siang itu, Ergi ditemani oleh mbaknya membeli minuman di warung depan rumah persis di sebelah jalan. Mbaknya yang sedang mengambil sedotan tidak terlalu memperhatikan Ergi sedangkan Ergi sendiri setelah menerima minuman tanpa sedotan langsung mau pulang ke rumah. Tanpa disangka, di waktu yang bersamaan sebuah mobil truk yang bermuatan limun sedang menyalip kendaraan lain dan posisi Ergi sudah berada di bibir jalan. Tanpa dapat dihindari lagi, tubuh mungil Ergi ditabrak truk tersebut.
Johan, paman Ergi, yang sedang berada di sekitar tempat kejadian segera berlari mendengar teriakan histeris mbaknya memanggil nama Ergi. Johan mendapati tubuh Ergi yang masih tergeletak di bahu jalan dengan luka menganga di kepala. Tanpa berpikir panjang, Johan segera membawa Ergi ke rumah sakit. Johan menekan tangannya ke luka Ergi yang menganga, berusaha menghentikan darah yang terus mengalir.
Tedy dan Melyana, istrinya, saat itu sedang berada di rumah orang tua Melyana. Tedy ke sana bermaksud menjemput Melyana sekalian membawa pesanan Suryana, ayah mertuanya. Teriakan massa menyebabkan Suryana segera mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Suryana serta merta mendatangi massa mencari informasi sedangkan Teddy sendiri malah beranjak ke belakang karena hatinya ciut jika mendengar berita-berita yang mengerikan.
Tanpa disangka, informasi massa menyebutkan bahwa korban tabrakan bernama Ergi. Mendengar hal ini, saat itu juga Teddy merasa jantungnya berhenti berdetak dan darahnya berhenti mengalir. Melyana sendiri langsung pingsan mendengar kabar itu. Teddy segera berlari ke tempat kejadian tapi ia tidak dapat menemukan Ergi karena Johan sudah membawanya terlebih dahulu ke rumah sakit.

Kritis Tanpa Pengharapan 
Nyawa Ergi terancam. Akibat benturan keras di bagian kepalanya, Ergi harus segera menjalani operasi. Kondisi Ergi sangat parah. Banyak kemungkinan yang dapat terjadi dengan kondisi Ergi yang seperti itu. Dengan tubuh dan usia sekecil Ergi (3 tahun) yang mendapat luka serius di kepalanya, besar kemungkinan Ergi akan mati. Adapun kemungkinan yang lain, seperti cedera di kepala pada umumnya, meskipun sembuh bisa saja ada beberapa saraf yang terganggu karena pengaruh luka tersebut dan menyebabkan kelainan. Dalam kondisi kritis tersebut, pihak rumah sakit pun angkat tangan karena peralatan yang tidak memadai dan merujuk Ergi ke rumah sakit yang lebih lengkap peralatannya.
Sesampainya di sana, hasil CT-Scan menunjukkan selain cedera pada bagian kanan atas kepala, ternyata diketahui ada semacam cairan yang aktif di kepala bagian kiri atas, yang diduga kalau berkembang dapat menyebabkan penyakit hydrosepalus (kepala membesar). Saat itu juga dokter meminta persetujuan Tedy untuk segera mengoperasi Ergi dengan resiko apapun hasilnya nanti. Kemungkinannya hanya 30% Ergi dapat selamat.
"Luka yang menekan ke jaringan otak bisa menyebabkan kelumpuhan. Karena memang letak luka itu di daerah paritalnya," jelas dr. Malikuswari, Sp. BS yang menangani Ergi.
Tanpa berpikir panjang, Tedy langsung menandatangani surat persetujuan itu karena sudah tidak banyak waktu lagi untuk membawa Ergi ke Jakarta berobat ke rumah sakit yang lebih besar.
Saat Ergi menjalani operasi, Tedy hanya bisa pasrah dan berkata di dalam hatinya, "Tuhan, kalau Ergi Engkau angkat sekarang, aku rela karena aku percaya Ergi akan lebih bahagia nantinya". Tapi setelah mengatakan hal seperti itu, entah kenapa Tedy tidak merasa damai sejahtera. Hatinya sepertinya menolak perkataan itu bahkan Tedy merasa yakin kalau Ergi akan sembuh.
Setelah operasi, harapan Ergi untuk hidup belum terjawab. Meskipun operasinya berjalan dengan lancar, tapi masa krisis Ergi belum berakhir. Kemungkinannya untuk hidup sangat kecil. Jika kondisinya bisa stabil, Ergi mungkin bisa diselamatkan dan dokter memperkirakan Ergi akan segera sadar dalam waktu kurang lebih satu minggu.
Melyana yang melihat kondisi Ergi di ruang ICU hanya dapat memanggil namanya dengan penuh kesedihan. Hanya doa yang dapat terus dipanjatkan Tedy dan Melyana dengan tiada henti, memohon kesembuhan dan kehidupan bagi anaknya. 

Mukjizat Terjadi 
Teddy dan Melyana hanya dapat berharap mukjizat dari Tuhan terjadi atas anak yang sangat mereka sayangi. Saudara-saudara seiman banyak yang datang berkunjung dan mendukung Tedy dan Melyana berdoa secara pribadi memohon kesembuhan Ergi. Selama menunggu masa kritis, Tuhan menunjukkan kuasanya. Selang tiga hari di ruang ICU, Ergi mulai menggerakkan kakinya, tangannya pun dengan lemah mulai bergerak. Teddy dan Melyana dengan penuh ucapan syukur berterima kasih kepada Tuhan karena mereka mulai melihat tanda-tanda kehidupan kembali atas Ergi.
Kondisi Ergi semakin hari semakin membaik sampai akhirnya dokter memperbolehkannya pulang ke rumah. Tedy dan Melyana sangat bersyukur.
"Saya sangat bersyukur kepada Tuhan karena Yesus memang benar-benar berkuasa," Melyana bersaksi dengan penuh sukacita.
Mukjizat Tuhan nyata atas keluarga Tedy. Saat ini Tedy dan Melyana dapat melihat kembali keceriaan Ergi.
"Puji Tuhan, saya sangat bersukacita. Anak saya yang seharusnya meninggal, bahkan dokter sudah memprediksikan tidak ada harapan, tetapi saya melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan dalam keluarga saya," ujar Tedy menutup kesaksiannya dengan penuh ucapan syukur. 

(Kisah ini sudah ditayangkan 17 Januari 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :
Teddy Christian

Sumber : jawaban.com

Saya Bertemu Isa Al Masih, oleh karena itu Saya Bertobat



By usmanabdullah » Thu Nov 08, 2012 5:05 pm 
Latar Belakang
Usman Abdullah itu adalah trah keluarga, saya berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Kakek saya orang Makassar, nenek saya orang Bugis. Saya bersyukur ada di angkatan ini, angkatan tahun 80an sehingga memungkinkan saya mengerti internet. Bapak saya ****** usman menikah dengan mama saya (orang Minahasa), awalnya mereka menikah di gereja tetapi setelah saya dan adik saya (perempuan) lahir (saya dan adik saya hanya berjarak satu satu tahun) bapak saya meminta mama saya untuk masuk islam bila tidak, maka mama saya akan diceraikan (saya mengetahui kemudian pada usia 16 tahun, saya mengetahui dari adik bapak saya).
Orang Tua Bercerai
 Mama saya dengan terpaksa masuk islam dan kemudian bercerai setelah adik saya (nomor 3) lahir. Mama saya bercerai karena bapak saya kedapatan ber 2 di kamar teman (sahabat) mama, kata bapak mereka sudah menikah secara siri. Kenyataan yang buruk buat saya yang waktu itu berumur 5 tahun. Pengadilan memutuskan saya dan 2 orang adik saya di asuh oleh mama saya tetapi bapak membawa kami pergi ke rumah nenek di kampung (Kab. Barru) sampai usia 8 tahun. 
Kami tinggal bersama-sama nenek, sementara bapak kawin lagi bahkan kawin hingga punya 4 orang istri, mama juga menikah lagi dan tinggal bersama suaminya. 
Saya dan 2 orang adik saya dididik secara Islam, kami diajar sholat 5 waktu, kalau tidak sholat atau mengaji maka kami harus siap-siap menghadapi rotan dari nenek. Kami dilarang untuk bergaul dengan keluarga dari mama karena mereka adalah orang kafir, mereka pasti masuk neraka (kata nenek yang mengasuh kami waktu itu). Nenek yang dimaksud adalah istri pertama kakek (kakek mempunyai 3 orang istri).
Saya ingat bila adik saya (perempuan) tidak mau mengaji maka adik saya pasti akan di pukul rotan, di pukul hingga badannya ada bekas pukul dan berwarna biru. Saya sedih lihat adik saya, sedih juga karena saya bapak tidak pernah menengok kami. Sedih juga karena wajah saya dan adik saya mirip orang cina dan teman2 saya mengejek saya dengan mengatakan saya keturunan cina.
Usia 9 tahun kami bertemu dengan mama dan keluarganya (saat itu kami ada di Makassar, berlebaran), kami menangis sejadi-jadinya... Adik saya menceritakan keadaan kami dan pengen tinggal sejenak dengan mama, mama minta supaya kami di ijinkan tinggal 2 hari bersama mama. Setelah perdebatan panjang kami diperbolehkan tinggal 2 hari dengan mama.
Rasanya kami merdeka, lepas dan tidak mau kembali ke kampung. 2 hari terasa cepat berlalu, nenek datang menjemput kami namun beberapa saat sebelum nenek datang menjemput oma (mama-nya mama) datang dan mengajak nginap di rumahnya, kami senang sekali dan langsung mengiyakan. Jadi, libur lebaran itu kami tinggal di rumah mama dan oma kami.
Pengalaman yang Berbeda
Pengalaman tinggal di rumah mama dan oma kami sangat menyenangkan, mama mengajarkan (khususnya ke adik-adik saya) tentang mengasihi sesama, kata mama. Apa dan bagaimana pun kami, mama tidak akan melupakan kami dan terus berdoa bagi kami. Mama bilang mau bawa kami tetapi bapak selalu menghalangi dan mengancam akan melaporkan ke polisi. 
Di rumah mama kami juga diberi kebebasan untuk sholat (begitupun di rumah oma), kami tidak pernah dilarang untuk sholat. Ada yang berbeda antara di rumah nenek dan di rumah oma, di rumah nenek kalo mau makan harus bilang dulu dan biasanya harus diambilkan (ditakar) oleh nenek, di rumah mama atau oma kami boleh makan sesuka kami … yang penting, kata oma, makanannya dihabiskan, karena ada banyak orang yang membutuhkan makan jadi tidak baik kalau makanan di buang-buang.
Hal yang berbeda lainnya adalah pada malam hari di rumah oma ataupun mama pasti semua kumpul di meja makan, makan bersama namun sebelum mereka makan mereka berdoa (waktu di rumah mama,   yang pimpin doa adalah bapak tiri kami) bersama dan yang memimpin doa adalah opa. Karena saya tidak mengerti jadi saya hanya diam aja sementara opa memimpin dalam doa, di dalam doa yang diucapkan opa itu doa menggunakan bahasa Indonesia yang saya juga bisa dengar beda dengan doa saya selama ini. Di dalam doa itu saya dengar nama saya juga di sebut, bukan hanya nama saya tetapi nama adik-adik saya dan bahkan nama bapak saya juga di sebut. Saya merasa kagum dan takjub karena selama ini nenek mengajari kami untuk tidak perlu mendoakan mama dan keluarga besarnya karena mereka kafir dan pasti masuk neraka.
Kami makan selayaknya keluarga, saya dan adik-adik saya diberi tempat duduk persis di samping opa (masih ada 2 orang adik mama yang tinggal dengan oma dan opa waktu itu karena mereka belum menikah dan masih kuliah), hal berbeda bila kami makan malam di rumah nenek, biasanya setelah makanan diberi,  kami disuruh duduk di lantai atau disuruh makan di dapur. Pengalaman tinggal bersama mama dan oma membekas di hati kami, saat mama melepas kami kembali ke nenek mama bilang akan sering-sering berkunjung ke kampung di Barru. Saat mama pergi, kami menangis, kami mengangis supaya kami tidak ditinggal.
Setelah mama pergi karena adik saya yang nomor 3 (usia 6 tahun) masih menangis … nenek mengambil rotan dan memukul adik saya, adik saya yang perempuan juga menangis dan juga dipukuli supaya mereka berhenti menangis, saya sampai harus melindungi adik2 saya dari pukulan rotan itu. Kebetulan saat itu ada ustad di rumah (sedang berkunjung karena masih suasana lebaran) dan ustad itu mengatakan : "Mungkin anak-anak ini dibaca-bacai supaya ingat terus ke mama-nya" jadi ustad itu mulai merapal bacaan dan dengan bacaaannya kami ditenangkan. 
Saya meminta adik saya diam, waktu itu kami tenang bukan karena bacaan tetapi karena takut dengan rotannya nenek. Di kamar (kebetulan kamar yang kami tempati berada di lantai 2) saya menenangkan adik-adik saya. Adik saya yang nomor 2 (usianya 8 tahun waktu itu) terus merengek minta ketemu mama lagi. Entah kenapa kok dari dalam hati saya ada keinginan untuk kabur dari rumah itu.
Kabur dari Rumah
Saya kemudian menghapal kembali jalan untuk ke rumah mama tetapi sulit, yang saya ingat malah jalan ke rumah oma (rumah nenek di jl. cendrawasih dekat stadion Mattoangin, sementara rumah oma di perumnas Antang). Lalu saya mulai mengendap-endap ke dapur dan mencari tas plastik untuk memasukkan baju-baju kami, saya mewanti-wanti adik-adik saya untuk tidak tidur supaya kita bisa pergi tengah malam.
Kami berpura-pura tidur saat om A**** (yang punya rumah) menengok kami dan memastikan kami   sudah tidur dan mematikan lampu kamar. Tepat pukul 11.30 malam saya lihat sekeliling dan gelap, saya bangunkan adik-adik saya dan mengendap-endap keluar kamar. Kami menggunakan pohon mangga yang ada di samping balkon kamar turun ke halaman samping dan manjat pagar dan kemudian kami pergi tanpa sepeser pun uang tadinya kami di berikan uang oleh om Edy (adiknya mama), oma dan juga mama tetapi uang itu di ambil oleh nenek sesaat setelah mama pergi.
Saya menuntun adik-adik saya dan juga membawa tas kresek isi pakaian kami. Kami menumpang mobil angkutan kota yang kebetulan lewat. Saya ingat saat itu kami berhenti di pasar Sentral. Sampai di pasar Sentral tengah malam. Saya hanya menuntun adik-adik saya menuju ke lapangan Karebosi. Saya ingat sekali jalannya karena itulah rute yang tadi kami lewati waktu mama mengantarkan kami kembali ke rumah om A****.
Sebenarnya kami saya hanya mau cari tempat buat tidur dulu, kasihan adik-adik saya yang mengantuk, namun karena semangat mau kabur jadi mereka tetap terjaga. Belum sampai kami di lapangan Karebosi tiba-tiba ada mobil berhenti (pick up), kami kaget karena kami kira itu mobil om A****, kami takut tertangkap dan di bawa pulang kembali tetapi ternyata 'orang itu' memakai baju panjang dan berambut panjang diurai keluar dan bertanya kami mau ke mana tengah malam begini? Saya katakan mau ke Antang lalu dia bilang nanti saya antar kalian, saya langsung mau, karena waktu itu kami butuh tumpangan dan tidak tahu kenapa kok saya percaya saja pada orang itu. Di dalam mobil (kami duduk di depan samping 'orang itu') kami tidak banyak bicara, saya hanya bilang mau ke perumnas Antang om, blok 7 (saya ingat karena di rumah oma ada tulisan nomor dan blok-nya dan saya hapal).
Saya berusaha menahan kantuk supaya tidak tertidur tetapi saya ikut tertidur bersama adik-adik saya. Ketika saya terbangun saya sudah ada persis di depan rumah oma. Om yang mengantar kami membangunkan saya dan karena kaget saya langsung bangunkan adik-adik saya dan saya berterima kasih pada 'om' yang mengantar saya. 'Om' itu pergi begitu saja meninggalkan kami, karena senang sekali kami tiba di rumah oma saya sudah tidak memperhatikan om yang tadi mengantarkan kami. 
Om Edy yang bukakan kami pintu dan terkejut melihat kami, oma dan opa juga kaget melihat kami. Saya tahu dalam pikiran mereka mungkin akan mengembalikan kami ke nenek, tetapi tidak lama kemudian oma bilang 'Sekarang yang penting bagaimana mereka tidur dulu, soal besok biar nanti kita hadapi'. Kami akhirnya kembali bermalam di rumah oma. Itulah pengalaman saya pergi dari rumah nenek ke rumah oma.
Singkat cerita, nenek menyalahkan mama dengan kaburnya kami dari rumah om A****. Nenek mengatakan bahwa mama mengguna-gunai kami (padahal tidak), bapak sudah tidak perduli dengan kami,  jadi dia baik-baik saja kami pergi dari rumah om A****. Nenek tetap ngotot untuk mengambil kami kembali, saya tahu kenapa nenek ngotot karena di rumah nenek (di Barru) kamilah yang mengurus rumah tangga, mulai dari cuci pakaian, ngepel dan semuanya. Kami memang kembali ke rumah om A**** dan sudah bisa di tebak kami dipukuli habis-habisan dan dipulangkan ke Barru, tetapi tetap saja kami bisa kabur dan kembali ke rumah oma. Saat itu mama juga ikut suaminya pindah ke Sumbawa, jadi kami hanya punya tempat kabur ke rumah oma. Selalu ada kekuatan yang membuat kami kabur dan selalu ada orang yang menolong kami dalam perjalanan kabur itu.
Karena seringnya kami kabur, nenek sudah bosan mengejar kami dan akhirnya membiarkan kami. Opa mengurus surat-surat sekolah kami dan memindahkan kami ke Makassar. Di Makassar kami di asuh oleh oma dan opa (mereka sudah almarhum).
Selama di rumah oma, kami mendapat perlakuan yang berbeda dengan sewaktu kami di rumah nenek dan itu berlangsung setiap hari, seperti apa yang mereka tunjukkan sewaktu kami awal-awal menginap di  rumah oma dan opa.
Tinggal di Makassar
Saya lulus SD dengan peringkat terbaik, kemudian melanjutkan SMP di SMP Negeri di Makassar. Pada saat   kelas 2 SMP,  saya harus pindah ke rumah om M**** dan tante P****, karena oma dan opa harus pindah ke Bitung Sulawesi Utara (melanjutkan hari tua disana) dan kedua adik saya di bawa serta ke sana. Om M**** adalah keluarga jauh (sepupu-sepupu  mama).
Saya tinggal di Makassar karena waktu itu ada perlombaan cerdas cermat dan tidak bisa ditinggalkan. Rencananya nanti setelah saya mengikuti lomba saya akan ikut dipindahkan ke Bitung tetapi kenyataannya karena prestasi yang baik, saya tidak jadi pindah bahkan mengikuti perlombaan-perlombaan lainnya (semacam olimpiade matematika saat ini).
Kelas 3 SMP saya tetap diasuh oleh om M**** dan tante P****, mereka baik kepada saya, mereka tidak punya anak dan memperlakukan saya seperti anak sendiri, saya tidak pernah disuruh-suruh seperti saat saya masih di rumah nenek atau di rumah om A***, saya malah diberikan sepeda BMX dan itulah yang saya gunakan untuk bersekolah. Saya juga bekerja paruh waktu dengan meloper koran, saya saat itu  masih sholat (kadang-kadang) kalau di ajak teman di sekolah atau kalau ada safari ramadhan di sekolah atau juga kalau ada tugas dari guru agama (soalnya kalau tidak sholat, pasti dipukuli oleh guru agama atau nilai agamanya dikasih merah).
Om M**** tidak pernah protes kalau tiba-tiba saya diajak teman-teman pergi maghrib berjamaah. Kebetulan dekat rumah om M**** ada masjid. Sebenarnya saya tidak mau, tetapi tidak enak dengan teman-teman yang mengajak. Saya ingat teman-teman saya waktu itu selalu mengatakan kalau kita tidak sholat, maka kita akan terkena azab dan siksa dari auloh baik di dunia terlebih di akherat. Semua pasti takut bahkan ada teman sekelas saya chinese sampai jadi islam karena takut dengan ancaman itu.
Oh iya, konflik sara pada waktu itu di Makassar gampang sekali terjadi. Kalau ada perang antar geng, yang jadi sasaran pasti took-toko kelontong milik teman-teman saya yang Chinese, padahal mereka sudah menutup warungnya karena takut jadi sasaran pelemparan batu, tetapi tetap aja kena lemparan batu dan tidak ada sanksi pidana bagi mereka yang melakukan pelemparan, walalupun ada polisi tetapi polisi tidak bisa ngapa-ngapain, nanti kalau mereka sudah puas saling melempar atau jika sudah ada yg terluka parah atau mati barulah mereka berhenti berantem. Sambil mereka berantem mereka selalu teriak auloh huakbar, kadang saya bertanya dalam hati bukankah mereka datang dari suku yang sama dan agama yang sama? mereka hanya terpisah gang tetapi saling perang batu dan busur namun yang jadi sasaran adalah orang-orang minoritas, selalu begitu, ada-ada aja masalah yang menjadi pemicu keributan atau perang antar geng misalnya hanya karena kalah dalam pertandingan sepakbola atau karena senggol-senggolan dalam hiburan pas 17 agustusan dan yang paling sering adalah karena tersinggung karena kata-kata yang tidak pantas (ditegur tetapi tidak terima tegurannya, malah menjadi dendam).
Selepas SMP saya melanjutkan ke SMA di Bitung, karena om M**** harus mutasi ke Soroako, Opa menjemput saya ke Makassar dan saya pindah ke Bitung. Saya SMA di Bitung satu sekolah dengan anak ketua MA sekarang (sampai saat ini saya masih berhubungan baik dengannya karena there is story behind me and her  sayang papa-nya galak, hahahahahaha.....).
Saat SMA inilah saya banyak berpikir tentang ke-islaman saya. Selama saya SMA saya tidak pernah sholat sama sekali. Di rumah tidak di wajibkan karena saya ikut tinggal di rumah oma. Oma dan opa juga tidak pernah melarang saya sholat namun juga tidak pernah menyuruh saya sholat. Kedua adik saya malah sudah aktif di gereja, mereka yang selalu katakan ayo kak ikut kami ke gereja (oma selalu marah kalau mereka mengajak ke gereja karena menurut oma kepercayaan tidak perlu di paksa-paksa nanti akan muncul dengan sendirinya).
Saya selalu mengeraskan hati, saya sadar sepenuhnya lingkungan saya berubah. Di sekolah setiap pelajaran agama, saya mengikuti (agama islam) tetapi ketika teman-teman muslim sholat, saya tidak ikut, teman saya sesama muslim mengingatkan saya akan bahaya azab dan neraka (persis sama seperti teman saya F**** saat SMP mengingatkan saya), tetapi saya diam saja.
Pada hari Jumat di sekolah kami itu ada persekutuan doa. Setiap jumat saya dengar mereka beribadah mereka selalu berbicara tentang kasih, mengampuni, menolong dan menghargai sesama. Hal yang berbeda dulu tiap kali dengar khotbah jumat yang di katakan selalu tentang azab, siksaan api neraka, mengutuki, hindari berteman dengan yang tidak seiman dan banyak lagi ... Oh iya, saya teringat satu hal bahwa saat itu di sekolah saya banyak teman kelas saya yang perempuan hamil oleh teman-teman sekolah (kakak kelas) yang justru beragama islam, kalau mau di nikahi teman-teman kelas saya itu harus mau jadi islam.
Saya juga berulang kali di injili oleh teman-teman yang Nasrani, bahkan saya sempat mengetahui mereka membagi tiap-tiap teman yang muslim dengan golongan liberal dan ekstrimis. Mereka mengkategorikan saya sebagai islam liberal (saat itu) karena saya terbuka dengan mereka, namun saya tetap pada pendirian saya untuk tetap muslim (lebih tepatnya congkak), mungkin karena sejak dulu ditekankan dan di tanamkan oleh nenek dan keluarga dari bapak sekali muslim tetap muslim atau proud to be moslem (something like that lah...). Guru-guru saya juga tidak pernah menekan saya untuk berpaling kepercayaan, walau mereka non muslim mereka tetap menghargai saya. Saya ingat adalah pertemananku dengan anak ketua MA sekarang (waktu itu beliau adalah ketua PN Bitung) kami sama-sama muslim, awalnya kami berteman baik tetapi setelah mengetahui keluargaku non maka kami harus menjaga jarak (saat itu) dalam berteman. Sekarang setelah kami bertemu lagi (setelah sekian lama berpisah) kami bisa mentertawakan masa lalu... hahahaha....
Kuliah di Jakarta
Saya melanjutkan kuliah di Jakarta, saat itu saya mengajukan pilihan pertama UMPTN di Jakarta, kedua di Bandung dan ketiga Manado, gagal lolos di Jakarta dan Bandung saya lolos UMPTN di Unsrat Manado tetapi karena posisi saya sudah di Jakarta jadi saya (setelah diskusi dengan oma dan keluarga), saya meneruskan kuliah di PTS di Depok.
Bertemu dengan Bapak
Di Jakarta inilah saya bertemu (kembali) dengan bapak saya. Dia tinggal di Tanjung Priok dengan istri ke-empatnya.
Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana dia susah payah menghidupi keluarganya. Di satu sisi saya kasihan dengan dia tetapi mengingat bagaimana dia menelantarkan kami, mengingat bagaiamana dia tidak perduli dengan kami, mengingat bagaimana kami harus berjuang menenteng-nenteng tas di tengah malam... Saat itu saya benci sekali dengan dia, kenapa saya bisa bertemu dengan dia? Sepupu mama saya yang rumahnya saya tinggali (tante J****) pernah menggunakan jasa bapak sebagai driver lepas (secara tidak sengaja bertemu) dan bila ada acara2 tertentu tante J**** selalu menggunakan jasa bapak. Suami tante J**** adalah seorang pendeta (tadinya adalah seorang preman yang bertobat menjadi pendeta, dia orang Jawa), dialah yang meminta saya untuk bertemu dengan  bapak.
Saya sebenarnya sangat tidak ingin bertemu. Kata om U**** waktu itu adalah tidak baik hidup dalam amarah dan mendendam, karena kalau kita mendendam, kita tidak akan memiliki kerajaan Sorga, saya tidak mengerti apa yang dia maksudkan saat itu, yang kupikirkan om U**** hanya mau saya ketemu bapak, sudah lama saya tidak bertemu bapak dan saya (setiap bertemu keluarga) sudah tidak menganggap dia bapak lagi, itulah sebabnya mungkin om U**** memaksa saya untuk bertemu bapak supaya ada rekonsiliasi diantara kami.
Tetapi, pada saat saya bertemu bapak, saya malah senang karena merasa dendam saya terbalaskan. Melihat hidupnya yang berantakan dan susah payah rasanya senang sekali. Bukankah dia menelantarkan kami? Membiarkan kami tinggal sama nenek di Barru, sementara dia senang-senang dengan perempuan lain? Dia mengejar-ngejar kami saat kami bersama-sama mama, tapi dia mengembalikan kami ke nenek dan dia pergi begitu saja, rasanya pengen memukul wajahnya tetapi melihatnya hidup dalam kesusahan saja sudah cukup.
 Pada saat pertama kali bertemu di rumah kontrakannya di tanjung Priok dia mau peluk saya dia bilang : "A**** anakku..." cuih ... tidak harap aku diaku anak oleh dia (saat itu aku berpikir demikian), saya menghindar saat dia mau peluk. Saat saya menghindar om U**** menatapku dan karena aku tidak enak hati, maka aku membiarkan dipeluk oleh bapak saat dia mencoba memelukku untuk yang kedua kalinya. I hate him so much... Dia tanya apakah aku masih sholat aku bilang tidak lagi, sudah 3 tahun tidak sholat, dia tanya apakah aku masih islam? aku hanya mengangguk (saat dia tanya begitu om U**** dan tante J**** sudah di mobil, saya di tanyain bapak saat berjalan menuju ke mobil) saya ingat pesan bapak waktu itu : pokoknya kamu kuliah aja, hati-hati dengan mereka, jangan mau kalo diajak ke gereja, tidak apa-apa walau tidak sholat, tapi tetap islam... Dalam hati ku bilang kalau aku mau jadi Kristen sudah dari 3 tahun lalu ****, aku tetap islam bukan karena kamu, karena aku pikir waktu itu di  Indonesia mayoritas islam dan islam itu agama yg dari auloh, karena islam itu rahmatan lil alaamin, membawa kebaikan bagi semua orang (waktu itu aku berpikir begitu
Awal pertobatan
Saat di asuh oleh oma dan opa saya tidak di paksa untuk beralih kepercayaan. Saat saya lulus SD, SMP dan SMA pun saya tetap muslim namun yang saya ingat adalah 'Om' yang menolong kami pada saat kabur pertama kali… Dia datang lagi pada saat saya kecelakaan pada bulan Agustus 1998 (semester awal saya kuliah) di desa Tajur (perbatasan Puncak-Cianjur).
Pertobatanku terjadi saat aku berlibur bersama teman-teman kompleks rumah om dan tante di puncak pass. Saat itu kami liburan di puncak dan setelah dari puncak kami akan melanjutkan ke Bandung, kebetulan saat itu saya bersama rombongan naik motor dan motor saya di salib oleh bus dan membuat saya tergelincir jatuh, saat jatuh itulah kepala saya menghantam batu besar di pinggir jalan dan membuat kepala saya pecah dan harus di jahit 14 jahitan. Kata dokter yang menangani saya, saya koma 3 hari, tetapi 3 hari itu adalah perjalanan spiritual saya.  Saya mengalami hal yang lain, saya bertemu dengan 'Om' yang dulu menolong saya...
Saya tidak ingat apa-apa lagi... Saat itu dunia saya gelap, hitam, otak saya masih jalan tapi saya pun tidak bisa melihat diri saya sendiri. Saya tidak merasakan sakit, saya pikir saya buta ... Ya saya pikir saya buta … kenapa begitu? saya ingat kejadian terakhir saat terjatuh dan buuk!!! dan kemudian gelap... (saya tahu kepala saya menghantam batu karena diceritakan oleh teman, masih kata teman saya, telapak tangan saya terkena pecahan beling/kaca sekitar 2 senti dari urat nadi saya, sampai sekarang masih ada bekas lukanya)
Saya berpikir saya sedang berjalan dalam kegelapan, saya juga berpikir saya sudah mati karena saya bersuara, teriak tapi tidak ada yang menyahut saya tidak merasakan apapun juga... gelap, hitam bahkan langkah kaki saya tidak rasakan. Desperate ... pasti ! ….saya takut mati, saya takut sendirian, saya teriak-teriak, tapi tidak mendengar suaraku sendiri, kenapa saya tahu saya teriak? karena otakku berpikir dan hal pertama yang aku ingin ketahui adalah kenapa duniaku hitam? dimana orang-orang lainnya? kenapa saya buta? kenapa saya tidak mendengar suara yang aku keluarkan? saat suaraku tidak ada yang sahuti,  saya sadar saya sendirian, saya menangis meraung-raung minta tolong...
Lalu saya berkata : Tuhan Tolonglah aku... Lalu muncullah terang... awalnya setitik lalu titik itu mendatangi aku dan makin lama makin terang dan silau lalu muncullah Dia, dia sama persis seperti siluet yang muncul saat polisi korban WTC seperti yg ada di film WTC. Aku ingat Dia... Dia yang menolong kami malam itu... kenapa saya ingat? saya ingat wajahNya... Wajah yang sama seperti di lukisan yang ada mahkota durinya tapi yang mendatangi aku lebih natural dari apa yang di gambarkan orang... WajahNya innocent, lemah lembut bukan tipikal pemarah.
Awalnya saya tidak bisa melihat terang itu tetapi setelah terang memenuhi tempatku (aku sendiri ga tau tempat apa itu) aku bisa lihat siluetNya dan wajahNya (seperti lihat matahari yang terang, ada warna oranye di tengahnya), aku ingat Dia adalah Isa Al Masih yang disembah-sembah teman-temanku dulu pas SMA. Aku lihat dan mendengar dia berkata : "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak ada seorangpun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku..." Aku ketakutan dengar itu seperti sedang duduk di depan hakim lalu Dia bilang : "Jangan takut ... kembalilah dan ikutlah Aku..."
Seketika itu aku terjaga dan merasakan tubuhku ada di rumah sakit didalam ruang ICU, dingin, kepalaku diperban dan telapak tanganku juga diperban... Aku tidak merasakan sakit... Dokter juga heran, bekas lukanya masih ada, aku ditanyain banyak hal tapi aku diam... Aku minta pulang saat itu dan dalam perjalanan pulang aku ingat-ingat kejadian tadi...
Di  rumah aku berdiam diri, aku bertanya-tanya siapa om itu? Lalu aku belajar, cari tahu... Aku tanya om U****... ternyata om U**** dulunya adalah seorang muslim, dialah yang banyak memberi tahu bahwa Isa Rohullah wal Kalimatullah (waktu itu saya diberitahu oleh om U****)... Aku tidak serta merta menerima Isa Al Masih, tapi aku belajar.
Dulu aku menerima secara bulat islam adalah rahmatan lil alaamin, tetapi sekarang aku punya pembanding... Oktober 1998 tepatnya 31 Oktober 1998 saya menyerahkan hidup saya pada Kristus Yesus/Isa Al Masih... Saya di baptis dan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat karena Dia yang selamatkan aku dari kematian...
Inilah kisah saya teman-teman... Setelah saya jadi pengikut Kristus bukan berarti saya terbebas dari masalah masih banyak masalah yang datang diantaranya bagaimana saya mengampuni bapak kandung saya... Luar biasa Tuhan mengubahkan hati saya, mengampuni bapak, nenek dan keluarga besar saya...
Ketika bapak saya tahu saya berubah kepercayaan dia marah besar dan bahkan tidak mau melihat saya tetapi saya tetap mengasihinya dan membantu dia menyekolahkan adik (lain ibu) saya.
Waktu itu Tuhan memberkati saya (saya bekerja sebagai sales agen asuransi pada semester 3 sampai selesai), saya punya pekerjaan sendiri dan saya ikut membantu menyekolahkan adik2 saya. Akhirnya bapak mulai menerima saya, saya menceritakan kisah saya kepadanya dan dia mengatakan bahwa saya memperoleh hidayah... Saya tidak bermaksud mengajak dia pada kepercayaan saya saat saya menceritakan pengalaman saya saya hanya curhat sebagai anak pada bapaknya. Saya piker-pikir dulu saya sangat membencinya tetapi kenapa saya sangat mengasihinya? Saya kasihan lihat adik-adik (beda ibu) saya dan saya merasa beruntung terhadap hidup saya, karena Tuhan baik pada saya... Adik-adik kandung saya saat ini yang nomor 2 (perempuan) sarjana ***** dan bekerja di *****, menikah dengan orang Surabaya, adik saya yang cowok sarjana ***** dan bekerja *****, saya sendiri sarjana ***** dan bekerja di ****** di republik ini...
Hampir dibunuh
Saat itu saya ada tugas kampus di sana ... Sambil mengerjakan tugas, kami menyaksikan kebaikan Tuhan pada beberapa orang yang ada di Getasan itu. Di pasar Getasan, kami saksikan pada banyak orang, banyak yang percaya apalagi ditandai dengan tanda-tanda ajaib (doakan orang sakit sembuh...  ). Akhirnya ada satu keluarga yang kami doakan dan Puji Tuhan sembuh. Oleh keluarganya kami dijamu, karena mereka melihat sendiri tanda-tanda ajaib terjadi... Kami bahkan diminta menginap di rumah mereka ... 
Pada saat kami menginap itulah sekitar jam 02.00 subuh, rumah tempat kami menginap, didobrak paksa oleh puluhan pemuda sambil mengacungkan parang dan teriak aulo huakbar, bunuh kafir... Rupanya kabar kami mendoakan orang sakit dan tanda-tanda ajaib yang terjadi menyebar begitu cepat sehingga kami di tuduh sebagai orang yang berusaha meng-Kristen-kan keluarga yang kami doakan tersebut...
Kami digelandang ke suatu rumah dengan kepala ditutup pakai kain. Sambil jalan kami dihajar dipukuli tanpa kami tahu siapa yang pukul... Sampai di rumah, kami ditutupi pakai karung goni dan dipukuli, puas mereka memukul mereka merencanakan untuk 'menghapus jejak' dan mereka sepakat mau buang ke rawa pening... Saat itu kami siap aja kalau memang itu hari kami, ya kami siap...
Tapi ternyata, ada satu orang dari antara mereka yang mengutarakan pendapatnya yaitu kenapa tidak bertanya pada kepala kampung? Saat di bawa ke kepala kampung kami masih saja di gebuki, saat di bertemu kepala kampung muka, kepala kami semua sudah berdarah dan memar...
Kepala kampung menyalahkan kami karena menginap tidak lapor. Anda bayangkan sendiri bro, puluhan pemuda tersebut masih teriak-teriak sambil acungkan parang … kalau ada jawaban yang tidak memuaskan, maka seketika itu juga bogem mentah medarat di kepala kami...
Kenapa kami bisa lolos dari itu semua? Orang yang meminta kami menginap datang ke tempat di mana kami di interogasi. Beliau menjelaskan bahwa seharusnya dialah yang harus disalahkan, tentunya mereka menggunakan bahasa Jawa yang saya juga tidak mengerti... Entah bagaimana si ibu yang kami doakan yang tadinya tidak bisa bangun dari tempat tidur (setelah kami doakan dia bisa bangun dari tempat tidur dan bahkan ke kamar mandi sendiri, hal yang tidak dapat ia lakukan selama 8 bulan terakhir) muncul di tengah 'sidang' massa dan dia berbicara (pakai bahasa Jawa) intinya dia ngomong selama saya sakit tidak ada satupun diantara kalian yang menjenguk saya, sekarang saya bisa sembuh karena mereka doakan kenapa kalian kok malah mau membunuh mereka? Jadi kalian mau saya mati saja? Tidak usah sembuh? Orang macam apa kalian ini? Ibu ini berapi-api menjelaskan di depan kepala kampung dan para pemuda...
Akhirnya, kepala kampung tanya siapa yang punya ide menggerebek? Lalu mereka mulai main tunjuk-tunjukan satu sama lainnya dan saling menyalahkan satu sama lain dan mereka pergi sendiri-sendiri meninggalkan kami yang bengong berpandangan satu sama lain... Hahahahaha...
Padahal kami semua sudah siap... Keluarga ibu yang kami doakan tadi melepaskan ikatan kami dan kami menyalami kepala kampung dan pulang kembali ke rumah ibu yang kami doakan... Jam 4 subuh saat kembali di rumah ibu yang kami doakan mereka sekeluarga sepakat mengeluarkan kami dari kampung itu,  karena mereka khawatir nanti orang-orang itu kembali lagi dan kembali menghajar kami, mereka juga khawatir kalau-kalau kami dicegat di tengah jalan... Demikian ceritanya bro, kenapa kami ada di sana dan kenapa sampai ada kejadian itu...
Menikah
Pernikahan saya dengan istri saya juga mempunyai cerita dan tantangan yang luar biasa. Istri saya orang Betawi-Sunda, sarjana **** dari universitas di Jakarta, seorang murtadin juga. Beralih kepercayaan tahun 2007, 6 bulan sebelum kami menikah, dia di injili teman kantornya (orang Batak).
Saya tidak pernah mengajak atau menginjili dia tetapi keluarganya menuduh saya yang injili dan paksa dia murtad. Saya dipukuli kakaknya waktu itu, tetapi saya tidak membalas tetapi mendoakan mereka...
Sekarang, rumah tangga kakak-kakak istri saya yang memukuli saya dulu, hancur berantakan (kakak-kakaknya tidak punya anak, sudah menikah 8 dan 7 tahun lamanya), mereka bercerai, sementara saya, Tuhan mengaruniai kami seorang putra yang pintar dan ganteng … sekarang berumur 4 tahun (kami menikah Sept 07) kami menamainya ****.
Saya ingat, salah satu hal yang membuat saya memutuskan menikahi istri saya adalah karena saya melihatnya dalam mimpi, kami menikah. Perjuangan istri saya juga luar biasa, dia anak perempuan satu-satunya dari 5 bersaudara. Saat memutuskan murtad dia harus diasingkan hingga ke pedalaman Pandeglang, kemudian dia harus di jambak-jambak dan kami tidak berkomunikasi selama 4 bulan.
Di dunia yang semodern tahun 2007, istriku tidak boleh pegang HP, tidak boleh bersentuhan dengan internet, kemana-mana harus ditemani (sekembalinya dari pengasingan dari Pandeglang), tetapi Tuhan itu baik, entah mengapa saya bisa bertemu istri saya di tempat yang tidak pernah kami datangi. Ceritanya panjang... Lain waktu saya akan cerita lagi...
Apa yang saya mau tekankan di sini adalah Tuhan itu adalah Tuhan yang mengetahui bahasa universal... Dia mengetahui kita manusia yang lemah dan rapuh terhadap dosa, itulah sebabnya Dia datang dan menjadi pendamai atas dosa-dosa kita, Dia tidak menuntut kita atas pahala karena pahala dan perbuatan baik tidak bernilai dihadapan Tuhan karena Tuhanlah yang empunya kebaikan. Kalau kita merasa berpahala dan lebih baik dari orang lain, maka bukankah kita telah berdosa terhadap Tuhan? karena telah membandingkan diri kita dengan orang lain. Jika kita merasa kita bisa ke Sorga karena pahala dan kebaikan itu sama saja dengan kita menyuap Tuhan dengan nilai... Itu sama saja dengan kita membayar tiket ke Sorga dengan kebaikan dan pahala kita... Semoga menjadi berkat buat kita semua... God Bless we all...
Kesaksian Sahabat Saya
Saya sendiri tidak menghakimi bapak saya atau atau orang lain yang muslim, saya bahkan menghimbau mereka untuk mencari Tuhan sungguh-sungguh... Karena bila dengan yakin mereka mencari Tuhan yang benar maka mereka akan mendapatkan Tuhan... Seperti kesaksian sahabat saya Muhammad Yusuf Kurniawan, dia seorang pelukis kaligrafi yang karyanya banyak dijual di kota-kota di Kalimantan Timur, dia tidak hanya melukis kaligrafi tetapi pesanan orang-oarng non muslim, melukis wajah Isa Al Masih... Oleh karena usahanya itu dia bisa hidup mapan dengan istri dan 2 orang anaknya... begini kesaksiannya...
Sahabat saya ini adalah seorang muslim yang taat, tidak pernah melewatkan sholat 5 waktu dan bahkan ia selalu bertahajud. Tidak pernah melewatkan puasa bahkan saking taatnya, dia menabung tabungan ONH buat naik haji.
Pertobatannya sendiri terjadi pada tahun 2007, tepatnya pada malam ke 24 ramadhan. Saat itu dia sholat tahajud sekitar jam 01.15 dini hari... Saat dia melafalkan al fatihaah sampailah dia pada ihdinaa alshshiraatha almustaqiima... sekejap mata muncullah Isa Al Masih di hadapannya berdiri tepat di ujung sajadahnya... Sontak ruangan tempat dia tahajud langsung terang benderang dan dia kaget luar biasa..., dia teriak hantu... cepat-cepat dia keluar dan dia wudhu kembali... Dia tahajud lagi, al fatihaah lagi dan ihdinaa alshshiraatha almustaqiima lalu Isa Al Masih datang lagi, muncul tiba-tiba dia bilang hantu lagi, wudhu lagi... berulang hingga 3 kali lalu sahabat saya ini bertanya : Siapa kamu? lalu Isa Al Masih berkata : "Damai sejahtera Ku berikan bagimu, Akulah jalan dan kebenaran dan hidup... Tidak ada seorang pun dattang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku". Pada saat Tuhan berkata "Damai sejahtera" Tuhan mengangkat kedua tanganNya dalalm posisi memberkati (telapak tanganNya di bawah, posisi Tuhan berdiri di atas bagian ujung sajadah sementara Yusuf di ujung satunya sedang bersila), saat Tuhan berkata "Akulah jalan..." saat itu tangan kananNya di tekuk sementara tangan kiriNya di taruh menyilang di depan dada, Yusuf lihat sendiri lobang di telapak tangan Tuhan... Selesai Tuhan berkata demikian tiba-tiba Tuhan hilang begitu saja dan ruangan kembali redup dengan cahaya lampu seadanya...
Yusuf tidak langsung percaya, dia minta tanda... Yusuf tidak menceritakan hal tersebut pada istri dan keluarganya tapi dia minta tanda supaya Tuhan berbicara pada istrinya dan dia minta biar istrinya menceritakan hal tersebut kepada Yusuf, kalau memang Engkau Tuhan maka hal ini pasti mudah dilakukan begitu doa Yusuf setelah Yusuf di datangi Tuhan Yesus...
Hari pertama berlalu, hari kedua berlalu tidak terjadi apa-apa... Yusuf tetap berpuasa, tarawih namun sudah tidak tahajud karena khawatir nanti didatangi lagi. Pada hari ketiga setelah kejadian Yusuf didatangi Tuhan, saat itu jam 1 subuh Yusuf sedang melukis kaligrafi di ruang kerjanya tiba-tiba istrinya terbangun dan berlari ke ruang kerja dan menangis... Yusuf mengira istrinya habis terima telpon dari keluarga istrinya di Jawa (karena pada hari2 itu ada adik istrinya yg sedang sakit keras di Jawa) tetapi ternyata tidak... Saat di tanya kenapa menangis? Istrinya menangis tersedu-sedu lalu berkata : "Awakku didatangi pah...", Yusuf tanya : "Apa? siapa yang datang?" kata istrinya : "Itu loh pah, yang papah gambar-gambar... Tuhannya orang Kristen..." Yusuf tertegun... tidak berkata-kata, lalu istrinya kembali berkata : "Dia bilang nama jalan dan kebenaran, pokok'e jalan ke sorga pah..., aku tidak ngerti" masih sambil nangis... Lalu Yusuf mengambil istrinya yang berdiri di pintu dan memeluk istrinya... Yusuf pun menceritakan apa yang dia alami 3 hari yang lalu saat tahajud... 
Keesokan harinya pasangan suami istri ini ke seorang temannya yang biasa pesan-pesan lukisan Tuhan Yesus dan pasangan ini menceritakan pengalamannya saat tahajud dan juga mimpi istrinya... Pasangan suami istri ini bertobat, dibaptis dan sekarang melayani... 
Saat mereka bertobat (murtad) mereka mengalami tekanan luar biasa dari tetangga, keluarga dan bahkan keponakannya yang dia sekolahkan (masih SMP) meracuni makanan mereka, kenapa bisa tahu mereka di racun oleh keponakan mereka sendiri? Ponakannya disuruh oleh om-nya Yusuf yang adalah seorang   ustad di lingkungan mereka.
Makanan yang diracun bahkan sudah mereka makan, setelah mereka bertobat mereka mempunyai kebiasaan baru yaitu doa bersama saat makan malam mereka doa seperti ini : Tuhan Yesus berkatilah makanan dan minuman kami, sucikan kuduskan biar jadi tenaga dan kekuatan bagi tubuh jasmani kami, berkatilah orang yang kekurangan dan yang membutuhkan makan, berkati mereka seperti Tuhan memberkati kami, dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa, amin.
Pada saat mereka makan, keponakan mereka duduk bersama-sama dengan mereka di meja makan,  tetapi keponakan mereka tidak mau menyentuh makanan karena katanya sudah kenyang... Tapi karena  di paksa-paksa makan supaya tidak sakit eh, ponakannya malah menangis... Heran kenapa ponakannya menangis, lalu ponakannya mengaku kalau makanan mereka sudah dicampur racun serangga. Suami istri ini sempat kaget, tetapi mereka menjadi maklum apalagi setelah ponakan mereka ini memberitahu bahwa kakeknya yang ustad itu yang menyuruh... Mereka tidak melanjutkan makan .
Mereka berdoa berterima kasih buat perlindungan Tuhan. Sekarang,keponakan mereka melayani di gereja sebagai pemain musik. Keponakan mereka murtad, karena melihat bagaimana om yang dia racun tidak mati.
Rumah yang mereka tinggali, dilempar kotoran manusia sampai kotoran sapi, tetapi mereka tetap pada murtad... Sekarang Yusuf melayani di salah satu gereja di Balikpapan, mereka sekeluarga melayani, lebih hebatnya lagi Yusuf lulus tes CPNS dan sekarang mengajar sebagai guru agama Kristen (saya dan Yusuf teman satu angkatan di STT). Yusuf mengampuni keluarganya, dia tidak membalas perlakuan buruk keluarganya...
Apa yang saya mau bagikan kepada Anda, pelajari sungguh-sungguh ajaran agamamu, pelajari apakah tuhan yang di ajarkan kepada anda adalah tuhan yang benar? bukan isya auloh lho jawabannya... Dari dulu saya selalu bertanya... kenapa qur'an harus menyaksikan Isa Al Masih terkemuka di dunia dan di akhirat? Saya selalu bertanya kenapa harus Isa Al Masih yang akan datang menghakimi dunia? Orang yang hidup dan yang mati? kenapa bukan muhammad saw (peminta keselamatan), dari dulu saya juga bertanya kenapa harus menshalawatkan nabi? supaya dia selamatkah? kalau dia sendiri tidak tahu keselamatannya bagaimana dengan orang-orang yang dia berikan ajaran rahmatan lil alaamin? Pikirkan ...
Saya sadar sesadar-sadarnya bahwa TUHAN yang saya sembah sekarang adalah TUHAN yang benar. Saya tidak serta merta menerimanya, teman-teman saya yang murtad juga tidak serta merta menerimaNya tetapi kami pelajari Dia. Bagaimana kita mengetahui Dia Tuhan dari mempelajari ajaranNya kita dapat mengetahuiNya... Anda pun dapat melakukannya...
May God bless u...

Kisah-kisah lain para mantan muslim / murtadin bisa lihat di sini

DOWNLOAD eBUKU GRATIS TENTANG ISLAM (dalam bahasa Indonesia) DI SINI




Catatan :
Tulisan diedit seperlunya agar mudah dibaca.

Yohanes 14:6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.

Tuhan Menenun Kembali Kakiku Yang Hancur

Mukjizat Terjadi

TUESDAY, 12 JANUARY 2010

Milka adalah seorang janda beranak tiga yang sehari-harinya berjualan minuman dan makanan sederhana di sebuah kantin sekolah. Sampai pada suatu hari, sebuah kejadian yang sangat mengenaskan menimpanya. Ia terlindas oleh sebuah bis hingga kedua kakinya hancur. Rusuknya pun patah sehingga menusuk paru-paru dan hatinya. 

Kejadian itu seperti tidak terduga karena tiba-tiba sudah ada sebuah bis yang langsung melintas di depan matanya dan menabrak Milka sekelebat saja. Milka terpental dan saat itu dia tidak menyadari kalau sebenarnya tulang rusuknya menikam levernya, sehingga bagian dalam tubuhnya rusak. Milka terpental menyerempet ke arah tembok dan terpental masuk ke dalam kolong bis. Milka terseret dan terlempar sekitar 30 m ke depan. 

"Kejadian itu hari Selasa, tanggal 6 Juni tahun 2006. Saat itu saya mau pergi doa ke gereja. Saat itu saya mau masuk ke terminal, saya jalan seperti biasa. Ketika itu sebenarnya perkiraan saya bis itu masih jauh, tapi tiba-tiba bis itu sudah di depan badan saya dan menyerempet saya. Di belakang saya ada pagar tembok, saya menempel di tembok, dan bus itu menyambar begitu kuat ke badan saya. Saya terjatuh di bawah kolong bus, dan saya terseret sampai ke depan sekitar 30 m. Saya sempat bilang "Yesus!!", dan sekelebat kepala saya terhindar dari hantaman bis. Saya kira kalau tidak ditolong Tuhan pastilah kepala saya yang tersambar bis, mungkin sudah gegar otak dan bisa saja kepala saya hancur. Ternyata tulang belikat saya sudah putus namun saya tidak menyadarinya sama sekali. Saya masuk ke bawah kolong bis, terseret beberapa meter dan kaki saya tergilas oleh bis itu. Saat itu saya antara sadar dan tidak sadar, ya itu namanya kekuatan Tuhan. Saat itu saya masih bisa berbicara, saya masih bisa melihat keadaan kaki saya. Kondisi kaki yang tergilas itu sudah copot, hancur, daging terbelah dua, jadi dagingnya sudah lepas, jadi seperti terbuka kayak sandal, dan cuma menempel pada ujung jari," kisah Milka mengenai kejadian tragis yang dialaminya.

Kejadian itu spontan membuat semua orang yang melihat kejadian tersebut menjerit histeris. Mereka sudah mengira pastilah orang yang tertabrak itu meninggal. Ketika mereka melihat Milka yang terseret, mereka lebih shock karena daging kaki Milka sudah terlepas dan mengeluarkan banyak darah, ibaratnya tinggal menggantung di satu bagian sisi jarinya. Sungguh pemandangan yang mengenaskan. 

Puji Tuhan ada orang yang iba dan membantu Milka dan segera membawanya ke rumah sakit. Milka langsung mendapat pertolongan di ruang UGD, dan saat itu dokter mengatakan harus diamputasi. Tapi Milka menolak hal itu dan percaya bahwa Tuhan sanggup menyembuhkan dia. 

Pupung, adik Milka yang menerima kabar kecelakaan itu tidak dapat mempercayainya. Pupung hanya berpikir, orang kecelakaan kok masih bisa menelepon? Melalui telepon itu Milka hanya mengatakan kalau dirinya sudah ditabrak bis dan diseret. Dengan menaiki ojek, Pupung pun segera pergi ke rumah sakit Pertamina, karena Pupung harus segera menandatangani surat ijin pengoperasian kaki Milka. Sesampainya di rumah sakit, Pupung hanya mendapati Milka yang sudah terbaring bersimbah darah di rumah sakit. Pupung benar-benar tidak habis pikir, bagaimana dengan kondisinya yang seperti itu, Milka masih bisa menelepon mengabari keadaannya kepada Pupung dan seorang kakaknya yang lain.

Waktu semakin mendesak dan Milka pun dipersiapkan untuk dioperasi. Namun sebelum itu, Milka sempat diperiksa sekali lagi oleh tim dokter yang menanganinya. Ternyata dari hasil pemeriksaan tersebut, Milka mengalami luka trauma lain yang tidak hanya membahayakan kakinya tapi juga nyawanya. Karena dokter curiga dengan pendarahan hebat yang dialaminya, ada kemungkinan rongga perut atau abdomen Milka juga mengalami luka yang cukup serius.

Kalau membayangkan kondisi Milka saat itu, kakinya bagaikan kaki monster. Benar-benar menyeramkan, sudah tidak ada kulitnya dan yang tampak hanya gumpalan-gumpalan daging merah saja.

"Secara teoritis, pilihan terapi terbaik adalah amputasi. Bu Milka ini menurut kita pasien yang sangat kooperatif, sangat baik, sangat pasrah menyerahkan hidupnya ke dokter dan juga ke Tuhan," ujar salah seorang tim dokter yang menangani Milka.

Melihat keadaan Milka, Pupung sangat sedih. Karena secara manusia, kondisi Milka sepertinya sudah tidak ada harapan lagi. Dokter sendiri hanya bisa menyarankan Pupung untuk mendoakan Milka. Karena hanya doa yang bisa menyelamatkan, karena dengan kondisi seperti ini, Milka seharusnya sudah meninggal dunia. 

Operasi penyelamatan berhasil. Milka telah berhasil melewati masa krisisnya. Saat menjaga sang kakak, Pupung teringat akan mimpinya. Beberapa malam sebelumnya Pupung bermimpi ia sedang membasuh kaki seseorang sampai bersih, tapi Pupung tidak tahu kaki siapakah itu. Namun saat di ruang UGD,  Pupung yang sedang teringat mimpinya sadar bahwa di dalam mimpinya ia sedang membasuh kaki kakaknya sendiri. 

Saat mengevaluasi kaki Milka, dokter menemukan sesuatu yang luar biasa. Ujung-ujung jari kaki Milka memerah. Tim dokterpun semakin optimis kalau memang kaki Milka masih bisa diselamatkan. Dan tuntunan Tuhan tidak berhenti sampai di situ. Saat tagihan rumah sakit selama Milka dirawat di rumah sakit hampir mencapai 120 juta, Pupung bingung darimana mereka bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Namun Tuhan sudah mengatur semuanya. Ada sumbangan dari gereja 70 juta, dan keluarga juga menjual rumah sampai akhirnya seluruh biaya yang dibutuhkan dapat terlunasi. Pupung benar-benar tidak menyangka bagaimana uang sebanyak itu bisa Tuhan sediakan tepat pada waktunya. Pupung pun dikuatkan dan ia percaya apapun yang ia doakan mulai saat itu pasti akan terjadi sepanjang ia selalu dekat dengan Tuhan. 

Iman Milka terbukti karena selama ini dia tetap mengucap syukur dalam segala kesakitan yang dia alami. Milka melewati 4 kali operasi, paru-parunya harus dilubangi karena terendam darah dan juga pemasangan pen. 

"Tuhan yang saya rasakan itu memang luar biasa. Setiap hari jam 6 sore, dengan memakai walkman, saya selau bernyanyi "Semua Baik'. Sampai kadang-kadang sakit di kaki yang menurut dokter bisa tak tertahankan, namun tidak saya rasakan," kisah Milka mengenang kejadian kecelakaan yang dialaminya.

Dari mukjizat yang terjadi, 2 tahun berlalu semenjak kecelakaan itu terjadi, Milka telah banyak mengalami kebaikan Tuhan. Terlebih lagi di saat ia dapat berjalan kembali dengan normal. 

"Menurut kami berdasarkan pengalaman kedokteran kami selama 6 tahun di sini, kasus ibu Milka merupakan suatu hal yang fantastik. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana mekanismenya sampai bisa selamat seperti ini," ujar dokter yang menangani Milka. 

"Itu suatu mukjizat. Karena kaki yang seharusnya dibuang, tetap dipertahankan. Jadi mukjizatnya ada dua, yang seharusnya mati tapi hidup dan hidupnya masih dengan kaki yang lengkap," ungkap dokter Nia yang juga menangani Milka.

Semua operasi yang dijalani Milka berhasil dan Milka benar-benar menyadari bahwa semua karena kebaikan dan campur tangan Tuhan dalam setiap kehidupannya. Milka tahu bahwa tanpa Tuhan tidak mungkin dia bisa kembali pulih melihat keadaan yang dideritanya akibat kecelakaan itu demikian parah. Sekarang Milka hanya bisa mengucap syukur terharu dan semakin bertekad untuk setia dalam mengikuti Tuhan karena kebaikan Tuhan sungguh nyata dalam hidupnya. 

"Dia sangat luar biasa karena Dia sangat baik. Sampai saya bisa pulih lagi, saya bisa berjalan lagi. Dokter berkata kalau saya akan cacat, tapi Tuhan berkata tidak," ujar Milka haru penuh ucapan syukur. 

(Kisah ini ditayangkan 12 Januari 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :
Lani Milka

Sumber : V100108131412

Yohana Anakku, Karya Ajaib Tuhan

Yohana Anakku, Karya Ajaib Tuhan

TUESDAY, 24 AUGUST 2010

Sore itu Yohana, putri bungsu pasangan Iwan Darmawan dan Retno sedang bermain di atap rumah seorang diri, tak pernah seorangpun menduga anak kecil tersebut bisa terlempar kebawah dan tidak sadarkan diri.
Saksi mata kejadian, Ibu Ariyani yang adalah tetangga korban mendengar suara benturan keras saat Yohana jatuh.
"Saya denger suara "gubrak' kaya suara motor tabrakan gitu... Ibu langsung ke depan. Dilihat disitu, Yohana jatuh. Kira ibu mah.. tangan yang patah. Tapi yang kena kan kepala," demikian tutur Ibu Ariyani menceritakan kejadian naas tersebut.
Saat itu Yohana dibawa oleh warga yang berada dekat lokasi kejadian kerumahnya. Ibunya, Retno yang tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya histeris kebingungan.
"Yohana..Yohana... bangun Yoh..ini mami Yoh...Ini Mami...," demikian cerita Ibu Retno mengingat kejadian itu.
Sang ayah yang masih bekerja di pabrik segera di hubungi oleh sang kakak.
"Halo.. ada apa ini?" tanya Iwan.
"Papi pulang..Papi pulang...!" seru sang kakak dengan histeris.
"Kenapa? Papi lagi kerja.."
"Hana jatuh pi.."
"Saya pikir ya jatuh biasa.. lah namanya juga anak-anak. Anak saya ini juga aktif sekali," demikian jelas Iwan.
Iwan mematikan HPnya. Namun tak berapa lama kemudian HP Iwan kembali berdering, anaknya kembali memintanya segera pulang.  
"Hati saya jadi ngga enak.. saya jadi pengen segera pulang."
Iwan segera minta ijin dari kantornya dan langsung pulang. Sementara dirumah, sang istri dalam keadaan kebingungan melihat kondisi anaknya yang tidak sadarkan diri.
"Saya goyangkan mukanya dan bilang.. "Yoh.. ini mami..ini mami..' tapi dia hanya diam.. bikin saya bingung."
Tak lama kemudian Iwan sampai dirumahnya. Sang istri berseru histeris sambil memperlihatkan anaknya. Iwan melihat anaknya yang pingsan sempat kaget, dia berusaha menenangkan dirinya. Belum juga ia menenangkan dirinya, istrinya berseru memberitahukan keadaan kepala anaknya yang tidak normal.
"Papi.. kepalanya dekok..."
Iwan menyentuh pelan-pelan kepala anaknya, dan menemukan ada bagian kepala anaknya yang menonjol kedalam. Dan setiap kali disentuh, sang anak menangis.  Iwan pun makin panik dan menhubungi ibunya dan menceritakan apa yang menimpa anak kesayanganya tersebut.
"Ibu.. Hana jatuh dan muntah bu..." teriak Iwan melalui telephone kepada ibunya.
"Cepat bawa kerumah sakit..kelihatannya dia gagar otak"
"Iya bu..iya bu..."
Mendengar anaknya gagar otak, Iwan dan Retno makin panik.
"Saat itu saya baru sadar.. posisi mulut anak saya sudah ketarik kesini," Iwan memperagakan posisi mulut anaknya yang sudah mulai tertarik kesamping.
"Saat itu saya kuatir, anak saya akan jadi seperti apa. Hati saya sakit."
Pertolongan yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Mobil temannya untuk membawa Yohana kerumah sakit akhrinya sampai. Tak ingin keadaan anaknya bertambah parah, mereka melarikan Yohana ke sebuah rumah sakit. Saat itu kenangan akan anaknya yang aktif muncul dalam ingatan Iwan.
"Kalau saya pulang, dia bukain pintu saya..."
Namun tiba-tiba Yohana muntah untuk kedua kalinya. Tapi secara mendadak, mulut Yohana yang tadinya miring, sudah kembali normal.
"Dan kepala yang tadinya saya pegang dekok, gembung. Saat itulah saya menangis."
Begitu tiba dirumah sakit, ternyata rumah penuh sesak dengan pasien. Beruntung seorang perawat membantunya mendapatkan sebuah tempat tidur.
"Yohana ditaruh disitu.. Cuma ditaruh aja.."
Iwan mencoba bertanya pada dokter disitu,
"Ini gimana dokter?'
"Coba bapak ke administrasi untuk mendaftarkan Yohana sebagai pasien disitu.'
Iwan sempat bingung karena dia tidak membawa uang. Uang yang ada hanya dua puluh ribu.
"Linda, teman saya tahu bahwa saya kebingungan. Tanpa permintaan, dia mengambil dompet lalu mengeluarkan uang. "Nih.. kamu pegang dulu. Aku tahu kamu ngga punya uang.' Dia bilangnya begitu. Hal ini menjadi seperti sebuah harapan baru buat saya. Saya langsung lari keruang pendaftaran. Saya sekali daftar Rp.60.000.-"
Setelah mendaftarkan Yohana sebagai pasien dirumah sakit itu, Iwan berharap anaknya dapat segera mendapat pertolongan yang serius.
"Cuma dipegang sedikit, dan sempat ditanya."
"Ini kenapa?'
"Oh.. ini jatuh dari lantai dua. Lalu muntah-muntah.'
"Muntahnya berapa kali?'
"Muntah dua kali.' 
"Lalu setelah itu ditinggal lagi."
Tak lama kemudian, Iwan diberi surat rujukan agar Yohana segera di rontgen. Setelah di rontgen, tiba-tiba saja Yohana sulit bernafas dan kondisinya kian melemah.
"Nafasnya agak putus-putus, saya samperin dokternya dan bertanya, "Ini gimana?' "Pak tolong jaga kesadarannya, kalau ngga, ngga ketolong lagi.'"
Saat itulah ibundanya menelephon menanyakan keadaan cucunya.
"Halo wan.. Gimana keadaannya?"
"Iya bu.. ini baru selesai di rontgen bu.."
"Sudah di scaning otak belum?"
"Untuk apa bu?"
"Harus wan... harus discaning otak.." demikian permintaan ibunya.
Iwan pun menemui perawat untuk meminta anaknya di scaning.
"Emang bapak mampu bayarnya?" tanya perawat itu.
"Memang berapa sih harganya?"
"Enam ratus ribu pak.."
Saat itu Iwan hanya memegang uang tiga ratus ribu rupiah, namun ia meyakinkan dirinya bisa membayar biaya scaning otak anaknya. Ketika tiba di bagian kasih dan harus membayar, disinilah pertaruhan iman Iwan diuji.
"Saya sodorin..." saat itu Iwan tampak kebingungan.
Tiba-tiba adiknya datang. Pertolongan yang dibutuhkannya muncul tepat pada waktunya. Adiknya memberikan pinjaman untuk membayar scaning tersebut.
"Wah.. ini berbahaya pak. Ada pembekuan darah di otak dan ada darah yang menggumpal yang mendesak otak. Ini harus segera di operasi. Bawa surat rujukan saya ini ke bank darah," demikian ungkap dokter saat melihat hasil scan tersebut.
Harapan Iwan untuk mendapatkan darah dengan segera ternyata sia-sia. Ia bahkan dianjurkan untuk meminta darah ke PMI dan tanpa disangkanya, ia bertemu dengan kawan lamanya yang menolongnya untuk ke PMI.
"Dia bawa mobil, dan dianter ke PMI. Di PMI dilihat darah yang dibutuhkan ngga ada."
Tidak percaya dengan hasil tersebut, teman Iwan minta agar diperiksa ulang, ternyata ada satu kantong darah yang sesuai dengan golongan darah Yohana. Namun kendala demi kendala harus dialami oleh Iwan.
"Darah ini baru bisa digunakan besok pukul lima pagi," kata bagian bank darah.
Iwan memberitahu dokter yang menangani Yohana tentang hal ini.
"Ngga bisa, harus sekarang. Jam satu ini harus segera dipakai."
Namun pihak bank darah tetap tidak bisa mengijinkan, karena jika dipaksakan bisa berbahaya bagi pasien. Iwan akhirnya berkonsultasi kembali dengan dokternya, dan sang dokter menghubungi bank darah untuk segera mempersiapkan darah yang diminta.
"Ruang operasi siapin."
 Suster saat itu memberitahu dokter bahwa Yohana masih di nomor urut enam puluh, namun dokter menyatakan bahwa hal ini darurat dan harus segera ditangani.
"Saya tanya ke beberapa suster, "Ini kalau gagal gimana?' Suster menerangkan, pertama bisa meninggal, kedua dia bisa terbelakang mentalnya. Saya tanya minimal berapa lama baru bisa pemulihan, dijawab minimal satu minggu baru bisa masuk bangsal pemulihan. Apa lagi kalau operasi otak."
Ibu Ratna hanya bisa menerima nasihat sang suster untuk terus berdoa.
"Ya berdoa saja, semoga berhasil. Kalau berhasil, itu mah mukjizat. Kami ngga kepikiran gimana-gimana, kami cuma bilang, "Tuhan, kami serahkan Yohana."
Saat itulah keluarga itu bergumul dengan Tuhan. Tak lepas, doa-doa dipanjatkan sepanjang masa operasi berlangsung. Mereka berharap penuh pada Tuhan, karena mereka tahu pengharapan mereka tidak akan sia-sia.
"Operasi berjalan dengan baik, Hana baik-baik saja," demikian berita dari dokter yang membuat seluruh keluarga itu merasakan kelegaan yang luar biasa.
"Seneng, bingung, semuanya campur baur," ungkap Retno.
Pemulihan Yohana berlangsung dengan cepat berkat campur tangan Tuhan. Dalam waktu tiga hari Yohana sudah dipindahkan ke bangsal pemulihan. Bahkan dalam waktu enam hari, Yohana sudah belajar berjalan kembali dan ingin kembali bersekolah.
"Yang pasti saya sangat senang ya... Wah ini dasyat! Ini mukjizat yang luar biasa!" demikian ungkap Iwan.
Saat ini Yohana sudah benar-benar sembuh. Bahkan dia mengalami banyak kemajuan jauh dari keadaan sebelumnya.
"Kemajuannya, dia ngga trauma. Tetap main, aktif. Tadinya dia belajar membaca belum lancar, begitu sembuh, anehnya dia langsung bisa lancar membaca. Tuhan menolong sebegitu luar biasanya. Yang harusnya membutuhkan waktu sangat lama, namun dalam waktu dua minggu anak saya sudah kembali ke sekolah,"demikian Iwan menceritakan kemajuan pemulihan putrinya.
Ibunya tak kalah bangga akan kesembuhan Yohana, "Banyak omong, lebih cerewet, lebih lincah. Semua itu Tuhan ijinkan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita."
"Mungkin kita tidak peduli dengan hidup kita, tetapi Yesus itu sangat peduli," tandas Iwan.
"Terima kasih Tuhan Yesus, Yohana sudah sembuh," demikian Yohana menutup kesaksian keluarga ini.

(Kisah ini ditayangkan pada 24 Agustus 2010 dalam acara Solusi Life di O Channel).
Sumber Kesaksian :
Iwan & Retno Darmawan

Sumber : V100112135512